Kerajaan Hindu Budha Kerajaan Tarumanegara
Sejarah Kerajaan Tarumanegara
Raja-Raja Yang Pernah Berkuasa
- Jayasingawarman (358-382)
- Dharmayawarman (382-395)
- Purnawarman (395-434)
- Wisnuwarman (434-455)
- Indrawarman (455-515)
- Candrawarman (515-535)
- Suryawarman (535-561)
- Kertawarman (561-628)
- Sudhawarman (628-639)
- Hariwangsawarman (639-640)
- Nagajayawarman (640-666)
- Linggawarman (666-669)
- Latar Belakang Raja Purnawarman
Raja Purnawarman yang saat itu berkuasa dan begitu terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 dia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga(Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian itu, sang prabu mengadakan selamatan/syukuran dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Penggalian saluran air ini begitu besar artinya, karena merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian rakyat. Hasil pertanian tersebut memajukan perekonomian.
Kehidupan Sosal
Kehidupan gotong royong di dalam kehidupan bermasyarakat Tarumanegara berkembang dengan sangat baik. Hal ini terlihat dengan adanya penggalian saluran Gomati. banyak masyarakat beragama Hindu dan Buddha, sedangkan sebagian masyarakat yang lainya masih menganut agama asli.
Politik dan Pemerintahan
Seperti Kerajaan Kutai, sumber sejarah politik dan pemerintahan pada Kerajaan Tarumanegara juga kurang jelas. walaupun demikian, catatan dari Fa-Hien (sejarawan) mengatakan Tarumanegara mampu menciptakan stabilitas politik di wilayahnya. Kondisi itu dibuktikan melalui laporannya tentang cukup majunya perekonomian Kerajaan tersebut. Kuatnya pemerintahan terbukti oleh informasi prasasti mengenai proyek penggalian saluran Gomati dan sungai Candrabhaga. Proyek itu membutuhkan tenaga manusia yang cukup besar, sehingga mungkin terselenggara oleh pemerintahan yang berwibawa, yang kekuasaanya diakui rakyatnya. Karena merupakan Kerajaan, kekuasaan raja bersifat mutlak. Hal itu tergambar dari pengakuan Raja Purnawarman sebagai jelmaan Dewa Wisnu.
Berakhirnya Kerajaan Tarumanegara
Runtuhnya masa Kerajaan Tarumanegara berawal dari kepercayaan yang diberikan oleh sang raja kepada pemerintah daerah di bawah raja, untuk mimimpin wilayahnitu sendiri. Lalu, kebiasaan memberikan warisan wilayah atau daerah kepada putra dan putri mahkota, yang lantas membuat Kerajaan baru di wilayahnya tersebut. Hal ini menyebabkan kekuasaan raja menjadi berlahan lemah lemah dan gampang diserang musuh. Tahun 669 M, raja Linggawarman yang menjadi raja terakhir, meyerahkan kekuasaan kepada menantunya yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya. Lantas, berakhirlah pemerintah dalam nama Tarumanegara berganti menjadi Kerajaan Sunda.
Peninggalan
Prasasti :
Kerajaan Tarumanegara meninggalkan tujuh prasasti, yaitu:
1. Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut memakai huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta yang terdiri dari 4 baris dibentuk ke dalam format Sloka dengan metrum Anustubh. Di samping itu ada lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Purnawarman. Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun memiliki 2 makna yaitu:
·
- Cap telapak kaki melambangkan dominasi raja atas wilayah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut).
- Cap telapak kaki melambangkan dominasi dan keberadaan seseorang (biasanya penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa.
Hal ini berarti menegaskan status Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dirasakan sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.
2. Prasasti Jambu
Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan jambu, kurang lebih 30 km sebelah barat Bogor, prasasti ini pun menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa serta ada gambar telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja Mulawarman.
3. Prasasti Kebon kopi
Prasasti Kebonkopi ditemukan di dusun Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor . Yang unik dari prasasti ini ialah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang diserupakan dengan tapak kaki gajah Airawata, yakni gajah tunggangan dewa Wisnu.
4. Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum bisa dibaca. Di samping artikel ada lukisan telapak kaki.
5. Prasasti Pasir awi
Prasasti Pasir Awi ditemukan di wilayah Leuwilia, Prasasti Pasir Awi berpahatkan gambar dahan dengan ranting dan dedaunan serta buah-buahan (bukan aksara) pun berpahatkan gambar sepasang telapak kaki.
6. Prasasti Cidanghiyang
Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, ditemukan di dusun lebak di ambang sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang, Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan mengandung 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Isi prasasti tersebut memuliakan keberanian raja Purnawarman.
7. Prasasti Tugu
Prasasti Tuguditemukan di wilayah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Prasasti ini dipahatkan pada suatu batu bulat panjang meling kar dan isinya sangat panjang dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang lain, sampai-sampai ada sejumlah hal yang bisa diketahui dari prasasti tersebut. Hal-hal yang bisa diketahui dari prasasti Tugu ialah :
- Prasasti Tugu melafalkan nama dua buah sungai yang familiar di Punjab yakni sungai Chandrabaga dan Gomati. Dengan adanya penjelasan dua buah sungai tersebut memunculkan tafsiran dari semua sarjana salah satunya menurut keterangan dari Poerbatjaraka. Sehingga secara Etimologi (ilmu yang mempelajari mengenai istilah) sungai Chandrabaga ditafsirkan sebagai kali Bekasi.
- Prasasti Tugu pun menuliskan elemen penanggalan walaupun tidakmenyeluruh dengan angka tahunnya yang disebutkan ialah bulan phalguna dan caitra yang diperkirakan sama dengan bulan Februari dan April.
- Prasasti Tugu yang melafalkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh Brahmana disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja.
Candi : Candi Jiwo ialah salah satu peninggalan Kerajaan Tarumanegara
Posting Komentar
Posting Komentar